Melayaran merupakan bentuk
budaya daerah yang berupa kebiasaan atau tradisi suatu yang dilakukan oleh
masyarakat sasak yang bersifat religi dan mengandung nilai sosial. Tradisi
melayaran berkembang dari pengaruh islam . waktunya ketika sudah nyiwak (9)
atau Sembilan hari setelah meninggalnya si mayit .adat atau tradisi selama lima
minggu,maksudnya 5kali dalam 5 minggu. Agar dapat dimengerti maksudnya 1kali
dalam seminggu dan waktunya adalah khusus waktu subuh (setelah selesai shalat
subuh). Adat/tradisi melayaran tersebut tidak boleh dilakukan pada waktu selain
subuh,misalkan zuhur, asar, magrib maupun isya .berbeda halnya dengan roah atau
selamatan biasa lakukan kapan saja.
Melayaran tersebut
dilakukan 5 minggu berarti kurang lebih selama 40 hari, setelah meninggalnya
jenazah tersebut selama 40 hari maka masyarakat suku sasak mengistilahkannya
dengan sebutan metang dase( 40 hari setelah meninggalnya seseorang). Di suku
sasak juga ada istilah nelong (3 hari setelah meninggal si manyit), mituk (7
hari setelah meninggal), nyiwak (9 hari setelah meninggal) dan nyatus (100 hari
setelah kematian seseorang). masing-masing istilah tersebut di isi dengan ROAH
(memberikan/mengirimkan do’a kepada seseorang yang telah meninggal.
Tradisi melayaran
dilaksanakan pada waktu sehabis shalat subuh di pesantren ataupun dirumah duka
( yang melakukan melayaran ). Dimana para keluarga yang melakukan tradisi
melayaran menyiapkan makanan atau sajian kepada para undangan. Yang menjadi
sajian khas dari tradisi melayaran ini adalah ketupat dicampur dengan rendang
ataupun urap-urap. Terkadang juga di tambah dengan makanan “bantal” ( beras
ketan yang dicampur pisang atau pun kacang-kacangan yang di bungkus dengan daun
kelapa ).
Adat melayaran ini
sebenarnya sama prosesinya dengan (roah) yang di awali dengan tahlilan dzikir
dan kemudian sebagai penutupnya do’a bersama yang dikhususkan untuk si mayit
Tapi yang membedakan istilah melayaran ini dengan istilah
nelong,mituk,nyiwak,meta ng dase dan nyatus adalah seperti yang sudah di
jelaskan di atas tadi.yang membedakannya hanyalah waktu pelaksanaannya yang di
lakukan pada waktu subuh, itulah yang membedakan istilah melayaran dengan
istilah-istilah yang lain dalam masyarakat suku sasak.
Tradisi melayaran
mengandung nilai-nilai , Nilai yang
terkandung dalam adat melayaran yakni nilai sosial dan nilai religi, letak
nilai sosial dalam adat melayaran ini adalah keikutsertaan masyarakat di dalam
membantu adat melayaran ini seperti masyarakat yang membantu membuat makanan yang
akan disajikan untuk melayaran, karena yang menjadi cirri khas dari adat
melayaran ini adalah dilakukan pada waktu sehabis shalat subuh dan yang menjadi
makanannya adalah ketupat , bantal (beras ketan yang campurkan pisang atau
kacang-kacangan yang dibungkus dengan daun kelapa)
Selain nilai sosial ,
nilai yang terkandung pada adat melayaran ini adalah nilai religi. Letak nilai
religi pada adat melayaran ini adalah dengan adanya pembacaan tahlil,dzikir dan
do’a,diharapkan agar pahala tahlilan dzikir dan do’a tersebut berlayar untuk
membantu meringankan dosa-dosa yang telah diperbuat si mayit tersebut semasa
hidupnya di dunia.
Makna yang terkandung
didalam tradisi melayaran yakni tentang sedakah yang artinya tidak akan
berkurang harta yang disedekahkan tetapi akan bertambah, bertambah dan
bertambah. Kemudian tentang silaturahmi: yang artinya barang siapa yang ingin
dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rizkinya hendaklah ia menyambung
silaturahminya. Dan makna tentang memuliakan tamu artinya barang siapa yang
beriman kepada allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamu. Itulah makna
yang terkandung didalam adat melayaran selain nilai religi dan sosial.
Sumber :
1.
Muhammad
Dena ( sebagai narasumber pada hari sabtu, 21 April 2016, pukul 09.00 WIB )
2.
Buhori
Muslim ( sebagai narasumber yang ke dua , pada hari minggu, 22 April 2016,
pukul 09.00 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar